top of page

Surat Kecil Untuk Mu

(Janarto, Herry Gendut, 1990, TEGUH SRIMULAT Berpacu dalam Komedi dan Melodi. Gramedia)

Namaku Raden Ayu Srimulat, pada sebuah hari istimewa terjadilah kelahiranku pada tanggal 7 Mei tahun 1908. Walaupun aku berdarah Ningrat dan berasal dari lingkungan adat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang ketat dengan tata karma, dan dari dinding kawedanan. Aku memberanikan diri untuk melakukan sikap menentang arus dengan mengikuti imajinasiku, langkah hati, mengembara dalam mega kehidupan.

Aku adalah seorang penyanyi yang merampok segala perhatian lagu Jawa Melayu ataupun Belanda, penari yang jempolan, pengiklan produk rokok, pemain andalah lakon-lakon Ketoprak dan Wayang Orang, melawak, pengelana dan seorang Superstar, sebelum istilah itu ditentukan. Dalam usia kepala dua, diriku telah menjadi Sri Mahapanggung. Tak ada kegiatan yang tak kujalani. Bahkan, julukan Mahawanita telah melekat padaku. Pada suatu ketika aku meninggalkan panggung dan menuju tempat terbuka, sesuatu yang secara pakem bukan perbuatan terpuji. Aku mengeruak kehati masyarakat yang sedang panen tebu, yang tak memiliki hiburan apa-apa. Kukibaskan selendangku seolah mematikan kesedihan dan penderitaan masyarakat yang mengalami begitu banyak penderitaan pada zaman Belanda maupun Jepang. Diriku menjadi kembang lambe, buah bibir masyarakat karena kehidupan pribadi dan perkawinanku. Aku menjadi The Hottest Woman dan mungkin akan menjadi Woman Of The Year. Akulah pendiri, pengelola, pelindung sekaligus merupaka pemain utama dari apa yang kalian kenal saat ini, sebagai grup lawak Srimulat. Namun tak banyak yang tahu dalam perananku yang begitu besar dan suamiku Teguh menambah peran dan memanjakan gairah kesenianku.

Gagasan – gagasan yang belum rampung, diberi bentuk kongkret. Harapan yang belum terjerumuskan diberi bentuk panggung. Diberi bentuk kehidupan kesenian serba gugub, serba menyatu. Kalau kemudian menjadi pudar atau mendekati kesuraman barangkali karena Teguh kurang mengkader The Second Command dalam artian seperti ketika Teguh berguru kepada Srimulat. Peranan Jujuk yang cenderung cermelang dipanggung, primadona dan bunga segala pemeran wanita tak cukup kuat menangkap perubahan zaman. Tantangan yang dihadapi makin beragam, pilihan makin banyak dan nilai-nilai yang dulu menyatukan seperti kebersamaan dan persaudaraan kini diuji. Bisa saja kami grup lawak Srimulat kandas, tetapi tidak untuk warisan budaya dan terbuka untuk aktualisasi, baik bentuk lawakan maupun tokoh-tokoh semplan-nya, bisa tetap lepas untuk menemukan bentuk yang pas. Baik model lawakan atau pengorganisasiannya, membuka tawaran untuk dikaji kembali. Kini aku hanya dapat berkata, “Jatuh bangunnya grup lawak Srimulat  tidak lepas dari peranan kalian sebagai penonton setia dan penggemar kami.”

 

Salam hangat kasihku untukmu...

bottom of page